JENEPONTO, SULSEL - Terkait tentutan pendemo yang digelar oleh ratusan warga Pammajengang atas adanya indikasi mafia tanah dan dugaan Pungutan Liar (Pungli) pendataan sertifikat Proyek Nasional Agraria (Prona) pada 2019 silam kian memanas.
Kepala Kelurahan Bontotangnga, Hj. Fitrawati mengaku tidak menahu terkait persoalan tersebut. Sebab, Fitrawati bilang belum menjabat Kepala Kelurahan kala itu.
Baca juga:
Ini Keberhasilan Polri Ungkap Kasus Narkoba
|
Dijelaskan bahwa 2019 lalu, dirinya belum menjabat Lurah Bontotangnga. Yang jabat Lurah Bontotangnga kala itu adalah Hj Subaedah.
"Pada saat itu saya menjabat Sekertaris Lurah (Seklur). Saya terangkat jadi Kepala Kelurahan Bontotangnga tahun 2020, " katanya.
Dan ia pun menjalankan tugasnya sebagai Kepala Kelurahan Bontotangnga bersamaan ditetapkannya SK Bupati pada 28 Desember 2020.
"Jadi terkait tuntun masyarakat Pammanjengang itu saya tidak tahu. Kenapa na saya mau na suruh copot apa kesalahanku, " jelasnya.
Fitrawati menambahkan, terkait adanya tahah warga Pammajengang yang diklaim oleh dr. Ridwan Karaeng Sapa. Dia (dr. Ridwan) datang di kantor melapor.
Kata Fitrawati bahwa pelapor memperlihatkan sejumlah berkas bukti-bukti yang sudah di foto copy termasuk foto copy PBB atas nama yang bertinggal di Pammajengang sebanyak 25 orang.
"Saya juga tidak tahu darimana dia dapatkan itu PBB, " ujarnya.
Selain itu, pelapor juga memperlihatkan selebaran kertas apakah itu rincik atau bukan. Di surat selebaran itu Fitrawati melihat ada atas nama Pasukku Dg Beta bertempat tinggal di Desa Karelayu.
"Nah ini dr. Ridwan mengaku kalau Pasukku Dg Beta itu adalah neneknya, " ungkap Fitrawati.
"Tanah yang diklaim dr. Ridwan di lingkungan Pammajengang kurang lebih 4 hektar dan ada semua nama-namanya sebanyak 25 orang yang diklaim, " tambahhya.
Sehingga, Fitrawati mengundang warga Pammanjengang ke kantor sesuai nama-nama yang ada di PBB tersebut atas permintaan dr. Ridwan Karaeng Sapa.
"Makanya kita undang. Sangat salah juga saya selaku Kepala pemerintahan kalau ada pelapor baru kita tidak layani, " katanya.
Tak hanya itu, warga Pammajengang juga mendesak Lurah Bontotangnga untuk membuat surat pernyataan agar gugatan dr. Ridwan Karaeng Sapa yang mengklaim seluas 4 hektar tanah di lingkungan Pammanjengang dihentikan.
"Jadi tadi itu dia desak saya membuat surat pernyataan, tapi saya bilang saya tidak janji. Saya mau rekom ke Kecamatan karena kita disini bukan pengadilan yang menentukan kalah menang orangnya, " tegasnya.
Terkecuali tutur Fitrawati, sifatnya memediasi saja. Dan kalaupun kedua belah pihak tidak bisa dimediasi maka tentu direkom kekecamatan satu tingkat dari Kelurahan.
"Lagian juga kan sudah ada kesempatannya antara kuasa hukum tergugat dengan si penggugat, keduanya meminta agar dipertemukan, cuma si pengklaim ini ada di Bandung, makanya kita buatkan jadwal. Tapi kenapa kita tiba-tiba didemo padahal sudah ada kesempatan awal kedua belah pihak, " terangnya.
Fitrawati mengungkap kalau dr. Ridwan Kr. Sapa diketahui warga Desa Karelayu yang sudah lama berkiprah di Bandung dan terangkat PNS di sana (Bandung).
"Kalau dr. Ridwan sudah puluhan tahun tinggal di Bandung, " pungkasnya.
Penulis: Syamsir